Cara Memilih Beta Bloker : Kelas hingga Penggunaan Klinis

Medikal33897 Views

Cara memilih beta bloker haruslah sesuai indikasi penyakit dimana beta bloker adalah obat yang mengikat beta adenoreseptor dan memblok ikatan norepinefrin serta epinefrin ke reseptornya. Penghambatan ini melalui jalur simpatis. Beta bloker disebut juga obat simpatolitik. Beberapa beta bloker, ketika terikat di beta adenoceptor, sebagian mengaktifkan reseptor ketika mencegah norepinefrin dari ikatan terhadap reseptor.

Beta bloker bersifat agonis parsial dimana menghamba aktifitas simpatis, prosesnya disebut dengan ISA (Intrinsip Sympatomimetik activity). Selain itu juga bersifat MSA (Membran stabilizing activity, dimana menstabilkan sodium channel blocker sebagai antiaritmia kelas 1.

  1. Generasi pertama beta bloker bersifat non-selektif, artinya akan memblok kedua baik beta-1 dan beta-2 adenoceptor.
  2. Generasi kedua beta bloker lebih cardioselektif terhadap beta-1 adenoceptor. Selektifitasnya tergantung dosis obat.
  3. Generasi ketiga beta bloker juga sebagai vasodilator dengan blokade alfa-adenoceptor vaskuler.

CARA MEMILIH BETA BLOKER : FARMAKOLOGI

Farmakologi di Jantung

Beta bloker terikat ke beta-adenoceptor di jaringan nodal jantung, sistem onduksi dan myosit. Jantung memiliki beta-1 dan beta-2 adenoceptor, meskipun lebih dominan jumlah dan fungsi dari beta-1. Reseptor ini utamanya mengikat norepinefrin yang dilepaskan oleh syaraf simpatik adrenergik. Selain itu, mereka juga mengikat norepinefrin dan epinefrin dan bersirkulasi ke darah. Beta bloker mencegah normal ligand dari ikatan terhadap beta adenoreceptor dengan berkompetisi mengikat di reseptornya.

Beta adenoceptor bersama Gs-Protein akan menengaktifkan adenylyl cyclase untuk membentuk cAMP dari ATP. Peningkatan antifitas cAMP, mengaktifasi cAMP-dependent protein kinase (PK-A) yang memfosforilasi L-type calcium channels, yang menyebabkan peningkatan masuknya calcium ke sel.

Peningkatan masuknya calcium selama potensial aksi memicu pelepasan alcium oleh retikulum sarkoplasma di jantung, dan aksi ini akan meningkatkan sifat inotropik positif (meningkatkan kontraktilitas). Aktivasi Gs-protein juga meningkatkan denyut jantung (kronotropik positif). PK-A juga memfosforilasi bagian di retikulum sarkoplasma yang memicu pelepasan calcium melalui reeptor ryanodin assosiated dengan retikulum sarkoplasma. Ini memicu calcium lainnya mengikat troponin-C dan meningkatkan inotropik positif. Akhirnya, PK-A dapat memfosforilasi myosin rantai tipis, dan berkontribusi dalam efek inotropik positif oleh stimulasu beta-adenoceptor.

Kerena secara umum beberapa level tonus simpatik di jantung, beta bloker dapat mengurangi pengaruh simpatik yang secara normal menstimulasi kronotropik (frekuensi jantung), inotropik (kontraktilitas), dromotropik (konduksi elektrik), dan lusitropi (relaksasi). Beta bloker akan menyebabkan penurunan frekuensi jantung, menurunkan kontraktilitas, menurunkan kecepatan konduksi, dan menurunkan kecepatan relaksasi. Obat ini memiliki efek yang lebih besar dibandingkan peningkatan aktifitas simpatis.

Baca juga :   Rubella / Campak Jerman / Measles : Gejala hingga Pengobatan

Farmakologi di Pembuluh Darah Arteri

Otot polos pembuluh darah memiliki beta-2 adenoceptor yang secara normal diaktivasi oleh pelepasan norepinefrin oleh syaraf simpatis atau oleh sirkulasi epinefrin. Reseptor ini sama dengan yang di jantung, berpasangan dengan Gs-protein, menstimulasi pembentukan cAMP. Melalui peningkatan cAMP, akan meningkatkan kontraksi myosit jantung., di otot polos pembuluh darah, peningkatan cAMP akan memicu relaksasi otot polos pembuluh. Sehingga, penignatan cAMP intraseluler disebabkan Beta-2 agonis menghambat myosit rantai tipis kinase dengan memproduksi kontraktilitas yang kecil (memicu relaksasi).

Dibandingkan dengan efek dinajtung, beta bloker relatif memiliki efek vaskuler lebih kecil karena beta-2 adenoceptor hanya memiliki modularis kecil pada tonus vaskuler basa. Blokade beta-2 adenoceptor berhubungan dengan vasokontriksi derajat kecil di kapiler. Ini terjadi karena beta bloker membuang pengaruh vasodilator kecil beta-2 adenoceptor yang secara normal berlawanan dari dominan alfa adenoceptor mediated pengaruh vasokonstriktor.

Kesimpulan : Efek beta bloker di jantung : menurunkan kontraktilitas (INOTROPIK NEGATIF), menurunkan kecepatan relaksasi (lusitropik negatif), menurunkan frekuensi jantung (kronotropik negatif), dan menurunkan kecepatan konduksi (dromotropik negatif). Efek Beta bloker di pembuluh darah arteri : kontraksi otot polos (vasokonstriksi ringan).

CARA MEMILIH BETA BLOKER : INDIKASI TERAPI

  1. Sebagai Anti Hipertensi

Beta bloker menurunkan tekanan darah dengan mengurangi cardiak output (CO). Banyak bentuk hipertensi berhubungan denganpeningkatan volume darah dan cardiac output.  Penurunan cardiac output  dapat efektif dalam menurunkan hipertensi, terutama ketika berkunjungsi dengan diuretik.

Tatalaksana hipertensi akut dengan beta bloker tidak terlalu efektif menurunkan tekanan arterial karena kompensasi meningkatkan resistensi vaskuler sistemik. Ini mungkin terjadi karena refleks baroreseptor yang bekerja dalam konjungsi dengan pembuangan pengaruh beta-2 vasodilator ke derajat kecil.

Tatalaksana hipertensi kronis dengan beta bloker akan menurunkan tekanan darah dibadingkan dengan tatalaksana hipertensi akut karena mengurangi pelepasan renin dan efek beta blokace pada sistem syaraf central dan perifer.

Beta bloker juga bermanfaat untuk terapi hipertensi dengan menghambat pelepasan renin di ginjal (pelepasan melalui regulasi Beta-1 adenoceptor di ginjal). Penurunan sirkulasi plasma renin memicu penurunan angiotensin II dan aldosteron yang memicu ginjal kehilangan natrium dan air sehingga menurunkan tekanan darah.

Baca juga :   Cara menggunakan tetes mata dengan Benar : Step-by-step

Hipertensi pada sebagian pasien disebabkan stress emosi yang memicu aktifitas simpatik. Beta bloker sangat efektif pada pasien jenis ini. Beta bloker digunakan pada tatalaksana preoperatif hiperetensi disebabkan pheochromocytoma, yang berasal dari peningkatan sirkulasi katekolamin.

Ketika digunakan pada kondisi ini, tekanan darah pertama terkontrol menggunakan ALFA BLOCKER seperti phenoxybenzamin, dan kemudian beta bloker dapat secara hati-hati diberikan untuk mengurangi stimulasi berlebihan jantung oleh katekolamin. Sangat penting bahwa beta bloker diberikan hanya jika setelah blokade adekuat dari alfa adenoceptor vaskuler sehingga pada hipertensi krisis, tidak terjadi stimulasi alfa adenoceptor.

  1. Tatalaksana Angina dan Myocard Infark

Efek antiangina dari beta bloker berkaitan dengan aksi cardiodepresan dan hipotensif. Dengan mengurangi frekuensi jantung, kontraktilitas, dan tekanan darah, beta bloker akan mengurangi kerja jantung dan kebutuhan oksigen jantung. Berkurangnya kebutuhan oksigen akan memperabaiki rasio kebutuhan/ketersediaan oksigen sehingga mengurangi gejala nyeri angina yang disebabkan  pengurangan rasio suply/kebutuhan oksigen disebabkan penyakit jantung koroner.

Beta blocker telah ditemukan sangat penting untuk pengobatan Myocardial Infark dengan menurunkan mortalitasnya. Keuntungannya tidakhanya memperbaiki rasio supply/kebutuhan oksigen, juga mengurangi aritmia, selain itu juga mampu menghambat remodeling cardiak subsequent.

  1. Sebagai Anti-Aritmia

Beta bloker tergolong antiaritmia kelas II dan berhubungan dengan kemampuan menghambat pengaruh simpatik pada aktifitas listrik kardial. Peningkatan syaraf simpatik nodus SA (Sinoarterial), dengan meningkatkan arus listrik apcemaker, sehingga frekuensi denyut sinus meningkat.

Aktivasi simpatik juga meningkatkan kecepatan konduksi (terutama di nodus AV) dan menstimulasi aktivitas pacemaker aberan (Ectopic foci). Pengaruh simpatis ini dimediasi melalui Beta-1 adenoceptor.

Beta bloker dapat menurunkan frekuensi sinus, menurunkan kecepatan konduksi (mekanisme blokade re-entry), dan menghambat aktifitas pacemaker aberan. Beta bloker juga berefek pada potensial aksi non-pacemaker dengna meningkatkan durasi potensial aksi dan efektivitas periode refraktori. Efek ini dapat berperan dalam mekanisme utama dalam blokade aritmia yang disebabkan mekanisme re-entry.

  1. Tatalaksana Gagal Jantung

Kebanyakan pasien Gagal Jantung berasal dari disfungsi sistolik, dimna fungsi kontraktilitas jantung berkurang (kehilangan efek inotropik). Beberapa penelitian, betabloker dapat memperbaiki fungsi kardial dan menurunkan mortalitas. Selain itu juga mengurangi remodeling jantung, yang terjadi pada CHF. Mekanisme sebenarnya beta bloker terhadap gagal jantung masih belum sepenuhnya diketahui, tetapi berhubungan dengan blokade berlebihan dan kronis dari simpatik jantung yang memicu perburukan gagal jantung.

Baca juga :   Cubital Tunnel Syndrome : Anatomi, Pemeriksaan dan Tatalaksana

CARA MEMILIH BETA BLOKER : KELAS BETA BLOKER

Kelas dan Obat Penggunaan Klinis Catatan
Hipertensi Angina Aritmia Myocard Infark CHF
Non Selektif Beta-1 atau Beta-2
Carteolol oke         ISA. Long acting, untuk glaucoma
Carvedilol Oke       oke Aktifitas Alfa-blocking
Labetalol Oke Oke       ISA, aktifitas Alfa-blocking
Nadolol Oke oke oke oke   Long acting
Penbutolol Oke Oke       ISA
Pindolol Oke Oke       ISA, MSA
Propanolol Oke Oke Oke Oke   MSA, prototipikal beta bloker
Sotalol     Oke      
Timolol oke oke oke oke   Utamanya digunakan glaucoma

 

Kelas dan Obat Penggunaan Klinis Catatan
Hipertensi Angina Aritmia Myocard Infark CHF
Selektif Beta-1
Acebutolol Oke Oke Oke     ISA
Atenolol Oke Oke Oke oke    
Betaxolol Oke Oke Oke     MSA
Bisoprolol Oke Oke Oke   oke  
Esmolol Oke   Oke     Ultra short acting, durante atau postoperatif HT
Metoprolol Oke oke oke oke Oke MSA
Nebivolol oke         Relatif selektif di kebanyakan pasien, vasolidatasi (Pelepasan NO)

EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI BETA BLOKER

Sistem Kardiovaskuler

Banyak efek samping beta bloker pada mekanisme kardial termasuk bradikardi, mengurangi kapasitas eksersis, gagal jantung, hipotensi, AV blok. Beta bloker dikontraindikasikan pada pasien sinus bradikardia dan AV blok parsial. Efek samping diatas berasal dari blokade pengaruh simpatis jantung. Meskipun terdapat efek dari beta bloker terhadap gagal jantung, FDA menyetujui penggunaan carvedilol dan metoprolol untuk indikasi ini.

Efek samping lainnya

Bronkokonstriksi dapat terjadi terutama bila menggunakan beta bloker non-selektif yang diberikan pada pasien asma. Beta bloker non-selektif dikontraindikasikan pada pasien ASMA dan COPD/PPOK. Bronkokonstriksi terjadi karena syaraf simpatis menginvervasi bronkiolus yang secara normal mengaktifasi beta-2 adenoceptor dan memicu bronkodilasi. Beta bloker juga dapat menutupi efek takikardi yang menjadi tanda vital bahaya dari hipoglikemi induced-insulin pada pasien diabetes, sehingga penggunaan beta bloker pada pasien diabetes harus berhati-hati.

Dirangkum oleh : dr. Wiwid Santiko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *